Selasa, 10 Januari 2012

Niat Belajar yang Baik Menurut Kitab Ta'limul Muta'alim

I. Pendahuluan
Setiap pelajar harus menata niatnya ketika akan belajar, karena niat merupakan pokok segala hal. Sebagaimana sabda Nabiu Saw :
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ (حديث صحيح)
“ Sesungguhnya sahnya segala amal itu tergantung pada niatnya.” (Hadist Sahih).
كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَةٍ أَعْمَالِ الدُّنْيَا وَيَصِيْرُ بِحُسْنِ النِّيَةِ مِنْ أَعْمَالِ الاَخِيْرَةِ وَكَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَةِ أَعْمَالِ الاَخِيْرَةِ ثُمَّ يَصِيْرُ مِنْ أَعْمَالِ الدُّنْيَا بِسُوْءِ النِّيَـةِ.
“ Banyak sekali amal perbuatan yang tergolong amal keduniaan, tapi karena didasari yang baik (ikhlas) maka tergolong menjadi amal akhirat. Dan banyak sekali amal perbuatan tergolong amal akhirat, tapi ternyata ia tergolong amal dunia karena di dasari niat yang buruk ( tidak ikhlas)”.






Penulis,

II. Pembahasan
A. Pengertian Niat Belajar
Wajib berniat belajar pada masa-masa menuntut ilmu, karena niat merupakan sesuatu yang pundamental dalam segala hal, sabda Nabi SAW : "Sesungguhnya sahnya segala amal itu tergantung pada niat."
Sabdanya lagi :"Banyak sekali amal-amal perbuatan dunia menjadi amal perbuatan akhirat disebabkan niat yang baik. Dan juga banyak sekali amal perbuatan akhirat menjadi amal perbuatan dunia disebabkan niat yang buruk."
B. Niat yang Baik dan Niat yang Buruk
Di dalam menuntut ilmu sebaiknya seorang pelajar berniat mencari rida Allah SWT, mengharapkan kebahagiaan akhirat, menghilangkan kebodohan dari dirinya sendiri dan dari segenap orang-orang bodoh, menghidupkan agama dan melestarikan islam, karena sesungguhnya kelestarian islam hanya dapat dipertahankan dalam ilmu dan perilaku zuhud serta takwa tidaklah sah dengan kebodohan.
Syekh Al-Imam Al-Ajjal Burhanudin, pengarang kitab Al-Hidayah telah mendendangkan syair gubahan seorang ulama :
فَسَادٌ كَبِيْرٌ عَالِمٌ مُتَهَتِكُ * وَاَكْبَرُ مِنْهُ جَاهِلٌ مُتَنَسِكُ
o "Sungguh merupakan kehancuran yang besar seorang yang alim yang tak peduli. Dan lebih parah lagi dari itu, seorang yang bodoh yang beribadah tanpa aturan.
هُمَا فِتْنَـةٌ فِى العَالَمِيْنَ عَظِيْمَةٌ * لِمَنْ بِهِمَا فِى دِيْنِهِ يَتَمَسّكُ
o Keduanya merupakan fitnah yang besar di alam semesta bagi orang-orang yang menjadikan keduanya sebagai pedoman."
Dengan menuntut ilmu ia juga harus berniat syukur kepada Allah SWT, atas kenikmatan akal dan kesehatan badan. Jangan sampai ia berniat untuk mencapai pengaruh agar orang-orang di sekitarnya berpaling kepadanya, mencari kedudukan di mata penguasa serta yang lain.
Muhammad bin Hasan berkata :
لَوْ كَانَ النَّاسُ كُلُّهُمْ عَبِيْدِيْ ِلأَعْتَقْتُهُمْ وَتَبَرَّأْتُ عَنْ وَلاَئِهِمْ
"Andai saja semua manusia itu menjadi hamba sahayaku, niscaya akan kumerdekakan semuanya dan aku akan melepaskan semua hak waris wala' dari mereka.”
C. Kiat Sukses dalam Belajar
Untuk sukses harus belajar, dan untuk belajar seseorang harus punya kiat sukses untuk belajar itu sendiri, dalam hal ini penulis memberikan kiat yang bisa kita terapkan sebagai satu pandangan dalam teori belajar, di samping tetap memperhatikan faktor lain. kiat belajar tersebut antara lain:
1. Hendaknya kita mengikhlaskan niat dalam belajar untuk menunaikan kewajiban kita kepada Allah dan membekali diri dengan ilmu agar bisa beramal saleh. Karena amal tidak akan diterima tanpa niat dan cara yang benar. Sementara niat dan cara yang benar tidak akan diperoleh kecuali dengan ilmu. Oleh sebab itu imam Bukhari rahimahullah membuat sebuah bab dalam Kitabul Ilmi di kitab sahih Bukhari yang berjudul ‘Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan’. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang artinya, “Ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan (yang benar) selain Allah dan mintalah ampunan untuk dosamu…” (QS. Muhammad: 19). Selain itu hendaknya kita berdoa kepada Allah untuk diberikan ilmu yang bermanfaat.
2. Sebelum lebih jauh mempelajari kaidah bahasa Arab maka sudah semestinya kita mempelajari cara membaca Al-Qur’an dengan benar sesuai dengan hukum-hukum tajwid agar tidak salah dalam membaca atau mengucapkan. Padahal, salah baca atau salah ucap akan menimbulkan perbedaan makna bahkan memutarbalikkan fakta. Suatu kata yang seharusnya berkedudukan sebagai pelaku berubah menjadi objek dan seterusnya. Tentu saja hal ini -membaca dengan benar serta mengikuti kaidah- tidak bisa disepelekan.
3. Menambah kosakata merupakan salah satu sebab utama untuk melancarkan proses belajar kaidah dan membaca kitab. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membeli Kamus Bahasa Arab-Indonesia seperti Al-Munawwir, atau dengan membeli kamus kecil Al-Mufradat yang berisi kosakata yang sering digunakan dalam kitab-kitab para ulama. Selain itu bisa juga dengan membeli satu jenis buku dengan 2 versi; asli bahasa Arab dan terjemahan. Dengan memiliki kitab berbahasa Arab akan memacu pemiliknya untuk bisa membacanya. Sedangkan dengan terjemahannya akan membantu dalam proses belajar membaca kitab ketika menemukan kata-kata atau ungkapan yang susah dimengerti.
4. Hendaknya mencari guru yang benar-benar memahami materi kaidah bahasa Arab dan bisa mengajarkannya. Untuk poin ini mungkin sangat bervariasi -tidak bisa diberi batasan yang kaku-, karena tingkat pemahaman orang terhadap kaidah bahasa arab juga bertingkat-tingkat. Hanya saja yang dimaksud di sini adalah perlunya memilih guru yang mengajarkan materi dengan dasar ilmu bukan dengan kebodohan.
5. Dibutuhkan kesabaran untuk terus mengikuti pelajaran dan mengulang-ulang pelajaran (muraja’ah) agar pemahaman yang dimiliki semakin kuat tertanam. Apabila menemukan hal-halyang belum dipahami hendaknya segera menanyakan kepada pengajar atau orang yang lebih tahu dalam hal itu. Az-Zuhri rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya ilmu itu dicari seiring dengan perjalanan siang dan malam, barangsiapa yang ingin mendapatkan segudang ilmu secara tiba-tiba niscaya ilmu yang diperolehnya akan cepat hilang.”
6. Hendaknya bersungguh-sungguh dalam belajar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami niscaya Kami pun akan memudahkan baginya jalan-jalan menuju keridhaan Kami.” (QS. Al-Ankabut: 69). Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa di dalam ayat ini Allah ta’ala mengaitkan antara hidayah dengan kesungguh-sungguhan/jihad. Maka orang yang paling besar hidayahnya adalah orang yang paling besar kesungguhan/jihadnya. Pepatah arab mengatakan, “Barangsiapa yang bersungguh-sungguh, niscaya dia akan mendapatkan.
D. Belajar Itu ada Tuntunannya
Belajar merupakan syarat yang paling utama dalam memperoleh ilmu dengan baik. Dengan belajar seseorang dapat mengetahui apa saja tentang peristiwa dan gejala alam di sekitarnya. Mulai dari hal yang kecil sampai yang besar, yang unik sampai yang tidak bernilai.
Belajar membutuhkan semangat yang kokoh, militan, dan berkesinambungan agar hasilnya dapat dipetik sesuai harapan si pembelajar. Untuk memudahkan proses transfer ilmu dalam belajar, misalnya memudahkan pemahaman tentang bacaan yang dikaji, membutuhkan teknik khusus yang mesti diterapkan oleh penikmatnya. Belajar dengan metode semrawut memungkinkan pelakunya memperoleh ilmu sekadarnya saja, bahkan ada yang tidak memperoleh apa pun dari proses belajarnya itu. Alangkah sayang, alangkah ruginya.
Seyogyanya belajar dibarengi, tidak hanya dengan semangat akan tetapi bertumpu pada niat yang benar dan ‘membara’. Hal ini sebagai bagian dari teknik belajar yang baik. Bisa dibayangkan, bagaimana perbedaan hasil belajar antara orang yang belajar hanya untuk tujuan yang biasa-biasa saja, misalnya untuk lulus dalam sebuah seleksi, dibandingkan dengan orang yang belajar dengan niat ibadah. Tentu hasilnya akan berbeda. Jika niat yang pertama akhirnya ‘berhasil’ dalam prosesnya, tentu dia akan memperoleh sesuai dengan niat dan tujuannya itu tanpa ‘bonus’. Sekali lagi, karena niatnya hanya untuk lulus. Pelaku belajar yang kedua memiliki nilai lebih, anggaplah tadi niatnya adalah ibadah, sehingga kalau pun dia tidak lulus dalam tahap seleksi maka dia memperoleh nilai tambah ibadah. Kalau berhasil? Tentu keduanya dapat; hasil dan bonus tadi.
Belajar dari nilai atau hasil belajar tersebut, perlu dicanangkan tuntunan yang benar dan lurus.
* belajar dengan niat yang lurus; ibadah.
* belajar dengan cara yang benar; metode dan kesungguhan.
* hasil belajar dengan implementasi tepat guna.
Tak ada tuntunan yang lebih baik apabila ketiga hal tersebut hilang dari jiwa sang pembelajar. Bukan pembelajar sejati namanya jika niatnya bukan untuk ibadah. Karena sesungguhnya niat itulah yang mengantarkan pada kesuksesan ditambah nilai plus dari ikhtiar yang maksimal serta aplikasi atau penerapan ilmu yang tepat guna.
III. Penutup
sekian dari kami, apabila dalam makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan, kami minta maf sebesar-besarnya, dan kami mengaharapkan kepada pembaca sekalian, untuk bisa memberikan kritik dan saran yang membangun, untuk memajukan kami dalam hal membuat makalah.
Terimakasih.
IV. Daftar Pustaka
1. Abu Shofia dan Ibnu Sanusi, Panduan belajar bagi penuntut ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’alim). Pustaka Amani. Jakarta. 2005.
2. http://ariib.blogspot.com/2010/01/niat-dalam-belajar.html.
3. http://www.kulinet.com/baca/belajar-itu-ada-tuntunannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar